puisi 

Puisi-puisi Achmad Hidayat Alsair

Achmad Hidayat Alsair, mahasiswa tingkat akhir jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Hasanuddin, Makassar. Karyanya pernah dimuat di Fajar Makassar, Go Cakrawala Gowa, Rakyat Sultra, Lombok Post, Analisa Medan, Tanjungpinang Pos, Radar Surabaya, Litera, FloresSastra, NusantaraNews, WartaLambar, Sediksi, serta beberapa buku antologi puisi bersama.

 

Kepada Senja

 

Ada kepadatan yang lupa kita benam

terus tengadah menantang sore

lupa bahwa dirinya belum ganti busana

memeriksa lemari dan isinya, hampa

 

Selubung ruas-ruas ikatan awan

berarak, niatan menuju pematang

tak lagi tahu dimana rimba

apalagi hanyut lembut pinggir sungai

 

Membelai setiap ikatan helai

ada teras meminta senantiasa diisi

teko-teko teh hangat dan gelas

semarak menyambut sang terkasih

 

Urung untuk menenggelamkan dirimu

terlalu indah, terlalu magis

ada banyak hal sering terlupa

termasuk merekam parasmu dalam benak

 

Lekas pergi, sebelum malam datang

sebelum beliaku merengek minta dirimu

 

(Makassar, Juni 2016)

 

 

Kepada Malam

 

Engkau mengkal dan lupa dibungkus

dalam hutan berbunyi sendawa

katak dan jangkrik, orkes romantika

kantuk mampu ditebus dengan keliaran ini

 

Semesta dalam sempitnya ubun-ubun

begitu mudah semburat dan berotasi

undangan berdansa hingga kaki kuyu

menuju haribaan, aku tidur seperti bayi

 

Tinggi dan jengkal tubuh hangat

kubuka tirai, ada dirimu merias wajah

bersiap membuan jamuan rasa pekat

akulah tamumu, pria penjunjung lelah

 

Selamat malam, kupahat kata pamit

sebelum dinding memintaku jujur

perihal percakapanku bersama fajar

usaha menghalau peraduan disusupi gemetar

 

Apa ranjang ini masih milik kita?

Kuharap, maka berdoalah

 

(Makassar, Juni 2016)

 

 

Keriuhan Taman Bermain

 

kita adalah kanak-kanak yang lupa dititipkan

enggan dijajankan permen atau manisan

memekik satu sama lain, berkejaran

berpelukan dalam kolam dan menginjak balon

penuhi udara dengan sesak canda ria

 

selagi orang dewasa sibuk dengan kelakarnya

lebih baik kita bopong gemunung kuntum bunga

untuk dilontarkan ke dinding putih, semerbak

harum kuncup penghisap kelelahan

 

saling tarik pakaian hingga sobek

tetap saja berujung pada terpingkal

lunasi hutang tertawa yang lupa dibayar

disepakati harus disembunyikan jika pulang

 

menyambut hujan musim panas

meneguknya hingga tuntas dahaga di pori-pori

berlompatan, membuat bubur tanah

keriangan, ibu kelabakan mencari obat demam

 

(Makassar, Juni 2016)

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

seventeen − 14 =